Pontianak — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat melalui Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual (KI) menerima kunjungan dari civitas akademika Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP) dalam kegiatan koordinasi dan konsultasi terkait pelindungan merek, Kamis (30/10).
Kegiatan yang berlangsung di Lobby Kanwil Kemenkum Kalbar ini dihadiri oleh Kepala Bidang Pelayanan KI Devy Wijayanti, JFU Bidang KI Sari Nurhadi, Analis KI Fauzan Rodi, serta perwakilan UMP, dosen pengampu mata kuliah Kekayaan Intelektual Yudi dan Widi.
Kunjungan ini bertujuan memperdalam pemahaman akademik serta menjalin sinergi antara lembaga pemerintah dan perguruan tinggi dalam peningkatan literasi serta pelindungan hukum di bidang Kekayaan Intelektual, khususnya merek. Dalam kesempatan tersebut, Kanwil Kemenkum Kalbar memberikan pelayanan konsultasi dan pendampingan langsung terkait aspek-aspek pelindungan merek bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Kepala Bidang Pelayanan KI, Devy Wijayanti, menyampaikan bahwa kesadaran hukum pelaku UMKM di Kalimantan Barat terhadap pentingnya pelindungan merek masih perlu ditingkatkan. “Banyak pelaku usaha yang belum memahami bahwa merek bukan hanya sekadar nama dagang, tetapi juga identitas dan aset berharga yang menjamin daya saing usaha. Asumsi bahwa pendaftaran merek rumit dan mahal menjadi salah satu hambatan utama,” ujarnya.
Sementara itu, Widi dari Universitas Muhammadiyah Pontianak memaparkan hasil kajian akademis yang menunjukkan masih adanya kendala dalam proses pendaftaran merek, seperti belum optimalnya sosialisasi program fasilitasi pembiayaan merek gratis dan asumsi bahwa prosesnya memakan waktu lama. Ia juga memberikan masukan agar di setiap kantor wilayah Kemenkumham dapat ditempatkan jabatan pemeriksa Kekayaan Intelektual, guna mempercepat pelayanan dan meningkatkan efisiensi proses pendaftaran merek maupun paten.
Menanggapi hal tersebut, Sari Nurhadi mengapresiasi masukan dari kalangan akademisi dan menegaskan bahwa Kanwil Kemenkum Kalbar terus berupaya memperluas sosialisasi dan pendampingan bagi pelaku UMKM. “Kami terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah, Dinas Koperasi, dan Balitbang. Kabupaten Sintang menjadi contoh sinergi yang baik dalam pelaksanaan program pendaftaran merek gratis bagi UMKM,” jelasnya.
Sari juga menambahkan bahwa hambatan utama lainnya adalah minimnya pemahaman hukum, rendahnya motivasi mendaftar, lamanya proses pemeriksaan substantif, dan kekhawatiran terhadap biaya pendaftaran. Saat ini, tarif PNBP pendaftaran merek sebesar Rp1.800.000 untuk umum dan Rp500.000 untuk UMKM. Melalui kebijakan Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah berupaya mempercepat proses pendaftaran menjadi sekitar enam hingga delapan bulan. Ia juga menekankan pentingnya pengecekan merek melalui Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) sebelum mendaftar untuk menghindari penolakan akibat kesamaan merek.
Sebagai tindak lanjut, Devy Wijayanti mengajak Universitas Muhammadiyah Pontianak untuk bersama-sama mendorong penguatan Sentra Kekayaan Intelektual (Sentra KI) di lingkungan perguruan tinggi. “Kami berharap Sentra KI di UMP dapat menjadi pusat kolaborasi antara Kanwil, akademisi, dan pelaku usaha dalam memperluas literasi hukum, mempercepat pelindungan merek, serta mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di Kalimantan Barat,” tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat Jonny Pesta Simamora, menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif kolaboratif tersebut.
“Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam menumbuhkan budaya sadar Kekayaan Intelektual di masyarakat. Kolaborasi seperti ini menjadi momentum penting dalam membangun ekosistem inovasi yang berdaya saing. Kanwil Kemenkumham Kalbar berkomitmen untuk terus membuka ruang kerja sama dengan dunia akademik guna memperkuat Sentra KI, memperluas pelindungan merek lokal, dan mendorong UMKM naik kelas melalui inovasi yang terlindungi hukum,” ujar Kakanwil.






