
Pontianak – Kantor Wilayah Kemenkum Kalimantan Barat mengikuti kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan Hukum yang diselenggarakan Kanwil Kemenkum Sultra dengan topik “Evaluasi Kebijakan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 25 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Perubahan, dan Penghapusan Jaminan Fidusia” yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan diikuti para pengampu Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kanwil Kemenkum seluruh Indonesia, termasuk Kanwil Kemenkum Kalimantan Barat, Kamis (16/10).
Kegiatan diawali dengan laporan pelaksanaan Kepala Kanwil Kemenkum Sulawesi Tenggara, Topan Sapuan, yang menyampaikan bahwa diskusi ini bertujuan untuk menyebarluaskan hasil analisis strategi kebijakan atas pelaksanaan Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021. Menurutnya, kebijakan jaminan fidusia perlu terus dievaluasi agar tetap relevan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
Kepala Badan Strategi Kebijakan Kemenkum RI, Andry Indrady, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peranan hukum fidusia di Indonesia. “Rezim hukum fidusia yang kuat akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, kebijakan ini perlu dikaji ulang agar implementasinya memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha maupun masyarakat,” ujarnya saat membuka kegiatan secara resmi.
Paparan materi pertama disampaikan Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Sulawesi Tenggara, Tubagus Erif Faturahman, yang menjelaskan bahwa implementasi jaminan fidusia di daerahnya menghadapi beberapa kendala, seperti penurunan PNBP akibat sistem pendaftaran elektronik terpusat di Ditjen AHU, kurangnya sosialisasi, serta dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi yang melemahkan kekuatan eksekusi fidusia.
Kemudian, Sudirman, notaris sekaligus narasumber, memaparkan tantangan pendaftaran fidusia dari perspektif praktik notaris. Ia menyoroti adanya konflik norma, tanggung jawab notaris terhadap data yang diunggah, serta perlunya pembaruan sistem aplikasi fidusia agar lebih akuntabel dan mudah diakses.
Paparan terakhir disampaikan Anwar Borahima, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Ia menekankan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah mengubah paradigma pelaksanaan eksekusi fidusia, di mana parate eksekusi hanya dapat dilakukan jika debitur mengakui adanya cidera janji dan menyerahkan objek jaminan secara sukarela. Jika tidak, maka eksekusi harus melalui pengadilan hingga berkekuatan hukum tetap. Kegiatan diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif antara peserta daring dan luring, yang membahas arah kebijakan baru dalam rancangan perubahan Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021.
Menanggapi pelaksanaan kegiatan tersebut, Kepala Kanwil Kemenkum Kalimantan Barat, Jonny Pesta Simamora, menyampaikan apresiasi terhadap forum strategis ini.
“Kegiatan ini sangat penting sebagai ruang refleksi dan penyamaan persepsi antarunit kerja. Melalui evaluasi bersama seperti ini, diharapkan penyempurnaan regulasi jaminan fidusia dapat semakin memperkuat kepastian hukum dan kepercayaan publik terhadap pelayanan hukum yang diberikan Kemenkum,” ujar Jonny.
Ia juga menambahkan bahwa Kanwil Kemenkum Kalimantan Barat siap mendukung langkah strategis yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, terutama dalam konteks peningkatan efektivitas pelayanan hukum berbasis digital dan penguatan koordinasi antarinstansi terkait. (Humas).
Dokumentasi:



