Pontianak – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Kepulauan Bangka Belitung menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait Minyak dan Gas Bumi dalam Mendukung Swasembada Energi (Asta Cita ke-2) yang diikuti Analis Hukum dari seluruh Kantor Wilayah Kemenkum se-Indonesia. Kegiatan ini berlangsung secara daring dan luring di Kantor Wilayah Kemenkum Kalimantan Barat, Selasa (7/10).
FGD dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kepulauan Bangka Belitung, Johan Manurung, yang menekankan bahwa sektor minyak dan gas bumi (migas) masih menghadapi beragam tantangan hukum dan kebijakan yang perlu ditangani secara komprehensif. Menurutnya, forum ini menjadi wadah strategis untuk menyamakan persepsi dan merumuskan rekomendasi perbaikan hukum di bidang energi guna memperkuat langkah pemerintah dalam mewujudkan swasembada energi nasional.
“Sektor migas memerlukan regulasi yang adaptif dan berkeadilan agar kebijakan energi nasional dapat berjalan berkelanjutan dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Hasil FGD ini diharapkan menjadi masukan konkret bagi perumusan kebijakan hukum energi yang lebih efektif,” ujar Johan.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi dari sejumlah narasumber. Rudi, perwakilan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjelaskan tentang restrukturisasi perizinan sektor hulu migas yang kini telah disederhanakan dari 373 menjadi 140 perizinan yang melibatkan 17 instansi. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat investasi dan meningkatkan efisiensi birokrasi di sektor energi nasional.
Selain itu, dibahas pula dua skema utama kontrak bagi hasil migas, yakni Cost Recovery dan Gross Split. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, sehingga diperlukan analisis hukum dan ekonomi mendalam untuk menentukan model yang paling sesuai dengan kebutuhan nasional. FGD juga merekomendasikan perlunya optimalisasi peran SKK Migas dan restrukturisasi kelembagaan BPH Migas agar lebih efektif dalam pengaturan serta pengawasan kegiatan migas di Indonesia.
Dari unsur akademisi, Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung memaparkan analisis perbandingan antara skema Gross Split dan Cost Recovery, serta implikasinya terhadap regulasi dan investasi di sektor migas. Narasumber menjelaskan bahwa skema Gross Split dinilai memiliki keunggulan dari segi efisiensi, kepastian hukum, dan penyederhanaan regulasi, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2024.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif yang melibatkan peserta dari berbagai Kantor Wilayah Kemenkum, termasuk Kalimantan Barat, untuk bertukar pandangan dan menyampaikan hasil analisis masing-masing wilayah terkait kesiapan hukum dalam mendukung swasembada energi nasional.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalimantan Barat, Jonny Pesta Simamora, memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan kegiatan ini yang dinilainya relevan dan visioner.
“Analisis dan evaluasi hukum di sektor migas merupakan langkah penting untuk memastikan kebijakan energi nasional memiliki dasar hukum yang kuat dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Kanwil Kemenkum Kalimantan Barat berkomitmen mendukung penuh upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada energi yang berkelanjutan, efisien, dan berkeadilan,” ujar Jonny.
Melalui kolaborasi dan komitmen dalam pelaksanaan analisis serta evaluasi hukum, kegiatan FGD ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menghadapi tantangan ketersediaan energi, sekaligus memastikan kebijakan di sektor minyak dan gas bumi selaras dengan asas kepastian hukum dan keberlanjutan pembangunan nasional. (Humas).