Pontianak — Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat mengikuti kegiatan Seri Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual (KI) #33 yang mengangkat tema “Pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) sebagai Langkah Awal Pelindungan Defensive”, secara daring melalui Zoom Meeting, Senin (6/10) .
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Laina Sumarlina Sitohang, Analis Kebijakan Muda DJKI Kementerian Hukum, serta Hery P. Manurung, Pamong Budaya Ahli Pertama Direktorat Jenderal Pelindungan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan. Dari Kanwil Kalbar, kegiatan diikuti oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Farida, Kepala Bidang Pelayanan KI Devy Wijayanti, para JFT dan JFU Bidang Pelayanan KI, serta Helpdesk Bidang Pelayanan KI.
Dalam pemaparannya, Laina Sumarlina Sitohang menjelaskan bahwa Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang dimiliki secara kolektif oleh komunitas. KIK mencakup lima ruang lingkup utama, yaitu ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, serta potensi indikasi geografis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022, KIK menjadi instrumen penting dalam memperkuat perlindungan terhadap kekayaan budaya bangsa.
“Melalui pencatatan KIK, komunitas memiliki bukti legal atas warisan yang mereka miliki, sekaligus mencegah klaim dari pihak luar. Pencatatan ini juga berfungsi sebagai bentuk perlindungan defensif untuk menjaga hak moral dan sosial masyarakat adat,” jelas Laina.
Lebih lanjut, Laina menambahkan bahwa proses pencatatan KIK dilakukan melalui dua mekanisme, yakni pencatatan langsung oleh DJKI melalui Kantor Wilayah, serta integrasi data antar-kementerian dan lembaga. Ia menekankan bahwa pelindungan KIK tidak hanya menjadi bukti kepemilikan negara, tetapi juga berperan penting dalam promosi budaya, dasar penelitian, dan penerapan benefit sharing yang adil bagi masyarakat pengemban budaya.
Sementara itu, Hery P. Manurung menyoroti pentingnya sinergi antara DJKI dan Kementerian Kebudayaan dalam pemetaan serta pelindungan warisan budaya. “Indonesia adalah negara adidaya di bidang kebudayaan, dengan lebih dari 1.300 suku bangsa dan 718 bahasa daerah. Untuk mengukur kekayaan ini, Kementerian Kebudayaan mengembangkan Data Pokok Kebudayaan (Dapobud) yang kini diintegrasikan dengan Pusat Data KIK DJKI, agar warisan budaya memperoleh pengakuan hukum secara nasional dan internasional,” terang Hery.
Ia juga menegaskan bahwa pencatatan KIK tidak dikenakan biaya (tanpa PNBP) dan terbuka bagi seluruh komunitas budaya di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pelestarian, pelindungan, dan pengakuan hukum atas warisan budaya bangsa.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat Jonny Pesta Simamora menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi momentum penting bagi seluruh pemangku kepentingan di daerah untuk lebih aktif melakukan inventarisasi dan pencatatan warisan budaya lokal.
“Kalimantan Barat memiliki kekayaan budaya dan pengetahuan tradisional yang luar biasa, mulai dari anyaman, tenun, hingga tradisi lisan masyarakat adat. Pencatatan KIK bukan hanya soal administrasi, tetapi juga bentuk pengakuan terhadap identitas dan martabat masyarakat lokal. Kami di Kanwil siap mendukung penuh proses ini melalui sosialisasi dan pendampingan kepada komunitas budaya di daerah,” ujar Kakanwil.
Lebih lanjut, Kakanwil juga menekankan bahwa sinergi antar pihak sangat diperlukan dalam memperkuat sistem pelindungan KIK di daerah.
“Kami mendorong kolaborasi lintas sektor, baik dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, maupun lembaga kebudayaan untuk mempercepat proses inventarisasi dan pencatatan KIK di Kalimantan Barat. Upaya ini penting agar potensi budaya kita tidak hanya diakui secara nasional, tetapi juga dapat menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, Kanwil Kemenkum Kalbar berkomitmen mendukung pelindungan terhadap warisan budaya lokal sebagai bagian dari identitas dan martabat bangsa, serta mendorong masyarakat untuk aktif mencatatkan karya budaya sebagai Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia.