
Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat berpartisipasi dalam Kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan Hukum tentang “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik sebagai Upaya Kantor Wilayah Menguatkan Tata Kelola dan Memberdayakan Pelaku Ekonomi Kreatif”, yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenkum Jawa Barat. Diskusi ini berlangsung secara berani melalui aplikasi Zoom Meeting dan diikuti oleh para pengampu Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kanwil Kemenkum Kalbar, Rabu (10/9).
Partisipasi Kanwil Kemenkum Kalbar dalam kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperkuat pemahaman dan kontribusi terhadap tata kelola kebijakan hukum, khususnya yang berkaitan dengan hak cipta serta pengelolaan royalti lagu dan musik. Industri musik saat ini dipandang sebagai salah satu motor penggerak ekonomi kreatif nasional, sehingga pengelolaan royalti yang adil, transparan, dan akuntabel menjadi isu penting untuk dibahas.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Jawa Barat, Asep Sutandar, dalam laporannya menegaskan bahwa diskusi ini merupakan sarana penyebarluasan informasi hasil analisis implementasi strategi dan evaluasi kebijakan yang dilaksanakan kantor wilayah. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum, Andri Indrady, bahwa tekanan perlunya merevisi regulasi agar distribusi royalti semakin transparan, regulasi hak cipta lebih kuat, serta selaras dengan perkembangan internasional.
Para peserta dari Kanwil Kemenkum Kalbar juga menyimak paparan penting, di antaranya dari Kepala Bidang Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkum Jawa Barat, Ery Kurniawan, yang menyoroti tiga indikator utama evaluasi kebijakan royalti, yaitu penerimaan regulasi, efektivitas, dan implementasi. Rekomendasi utamanya mencakup revisi Permenkumham No. 9/2022, penguatan LMKN, serta pembangunan sistem digital terintegrasi nasional untuk pengelolaan royalti.
Narasumber lain, Analis Hukum Ahli Muda DJKI Achmad Iqbal Taufik, menekankan bahwa pengelolaan royalti kini diperkuat melalui Permenkumham No. 27 Tahun 2025, dengan LMKN sebagai lembaga sentral non-APBN yang memiliki kewenangan penuh dalam menghimpun dan mendistribusikan royalti secara transparan. Hal ini juga sejalan dengan rencana revisi UU Hak Cipta 2014.
Sementara itu, musisi sekaligus pemilik label ST12, Pepep, menyoroti tantangan di lapangan, mulai dari minimnya pemahaman pelaku musik terkait fungsi lembaga pengelola royalti, rendahnya sosialisasi, hingga masih dominannya sistem manual yang tidak efisien. Ia menekankan perlunya sistem digitalisasi serta edukasi masif pelaku kepada industri musik.
Dengan keterlibatan aktif Kanwil Kemenkum Kalbar dalam diskusi ini, diharapkan wawasan dan strategi kebijakan hukum terkait pengelolaan royalti dapat memperkuat peran pemerintah daerah dalam mendukung ekosistem ekonomi kreatif yang berkeadilan, transparan, dan berkelanjutan.
