
Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat melalui Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual berpartisipasi dalam Diskusi Strategi Kebijakan tentang Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik. Kegiatan ini berlangsung secara daring melalui kanal YouTube dan Zoom, diikuti oleh 457 peserta dari berbagai kalangan, Rabu (10/09)
Acara dibuka oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum, Andry Indrady yang menekankan pentingnya tata kelola royalti sebagai isu strategis, baik di tingkat nasional maupun internasional. Menurutnya, regulasi sudah tersedia, namun efektivitasnya sangat bergantung pada komitmen para aktor dan budaya hukum yang berkembang. Pemerintah bersama DPR pun tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Hak Cipta untuk memperkuat perlindungan hak ekonomi pencipta.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Asep Sutandar, A.Md.IP, Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Barat, yang menyebut musik sebagai motor penggerak ekonomi kreatif. Ia menegaskan perlunya tata kelola royalti yang adil dan transparan, serta komitmen Kanwil untuk menyebarluaskan hasil evaluasi kebijakan guna meningkatkan kesejahteraan musisi.
Diskusi menghadirkan tiga narasumber utama. Ery Kurniawan, Kabid KI Kanwil Kemenkum Jabar, menyoroti evaluasi terhadap Permenkumham No. 9 Tahun 2022 yang kini diperbarui menjadi Permenkumham No. 27 Tahun 2025. Ia menekankan perlunya digitalisasi sistem distribusi royalti secara real time agar lebih transparan dan inklusif.
Sementara itu, Achmad Iqbal Taufik, Analis Hukum Ahli Muda DJKI, menegaskan pentingnya tiga pilar tata kelola royalti: regulasi, penegakan hukum, dan manajemen. Ia menambahkan bahwa transparansi dan integrasi digital nasional menjadi kunci penyelesaian masalah royalti di Indonesia.
Dari sisi praktisi, Pepep ST12 (Musisi dan Pemilik Label ST12) menyoroti masih rendahnya pemahaman musisi tentang hak royalti dan belum meratanya distribusi yang diterima. Ia mengusulkan penerapan sistem digital terpadu agar musisi bisa memantau hak mereka secara adil dan transparan.
Moderator Hanny Sinaga (Analis KI Kanwil Jabar) memandu jalannya diskusi yang berlangsung interaktif. Dalam sesi tanya jawab, peserta dari kalangan akademisi dan pelaku usaha menyoroti mekanisme pengawasan distribusi royalti serta minimnya sosialisasi kewajiban pembayaran bagi pengguna musik. Para narasumber sepakat bahwa digitalisasi dan edukasi publik merupakan solusi strategis.
Diskusi juga menyoroti perlindungan hak cipta bagi musisi independen yang lebih rentan. Pepep menekankan pentingnya memperkuat Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar lebih inklusif. Seluruh pihak akhirnya bersepakat bahwa tata kelola royalti yang adil dan transparan akan menciptakan ekosistem musik yang sehat dan berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut, Kanwil di daerah, termasuk Kanwil Kemenkum Kalbar, berkomitmen mendorong terbentuknya forum musisi independen, meningkatkan sosialisasi kewajiban pembayaran royalti bagi pelaku usaha, serta bekerja sama dengan DJKI dan LMKN untuk mempercepat penerapan sistem digital nasional berbasis real time.
Melalui keikutsertaan ini, Kanwil Kemenkum Kalbar menegaskan perannya dalam memperkuat tata kelola serta memberdayakan pelaku ekonomi kreatif, khususnya di bidang musik, agar perlindungan hak cipta berjalan lebih adil, transparan, dan bermanfaat nyata.




