
Pontianak – Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Kalimantan Barat mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penguatan Indikasi Geografis Provinsi Bali dengan tema “Pendaftaran dan Pemanfaatan Indikasi Geografis (IndiGeo)”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah, Kedeputian Bidang Riset dan Inovasi Daerah BRIN ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting, Selasa (23/9).
Bimtek dibuka oleh Wiwiek Joelijani, Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dari berbagai unsur, baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota, kalangan akademisi, maupun periset. Wiwiek menegaskan bahwa Bali memiliki potensi produk indikasi geografis yang sangat besar, mulai dari sektor pertanian, perkebunan, hingga kerajinan. Namun demikian, sebagian produk tersebut masih belum terdaftar maupun dimanfaatkan secara optimal.
Lebih lanjut, Wiwiek menekankan pentingnya sinergi lintas pihak, baik pemerintah daerah, BRIN, Kanwil Kemenkum, dinas terkait, pelaku usaha, maupun komunitas masyarakat lokal. Menurutnya, forum ini menjadi ruang diskusi yang produktif dalam menemukan solusi konkret, khususnya pada penyusunan dokumen deskripsi, pemetaan potensi, serta pendampingan komunitas pelindungan IndiGeo.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Riyadil Jinan, Analis Kebijakan Ahli Muda, yang menjelaskan secara teknis konsep pelindungan dan pemanfaatan Indikasi Geografis. Riyadil menyampaikan bahwa IndiGeo merupakan bentuk kekayaan intelektual komunal yang dimiliki masyarakat suatu wilayah, berbeda dengan paten atau merek yang bersifat personal. Produk-produk yang dapat dilindungi di antaranya hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, serta kerajinan tradisional yang memiliki keunikan akibat faktor alam maupun budaya.
Dalam paparannya, Riyadil juga memaparkan tahapan penting dalam proses pendaftaran IndiGeo, mulai dari inventarisasi produk, pembentukan masyarakat pelindungan IndiGeo, penyusunan dokumen deskripsi, hingga pemeriksaan formalitas dan substantif. Ia menekankan perlunya dukungan riset ilmiah untuk membuktikan karakteristik dan kualitas produk, agar klaim yang diajukan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Selain itu, pemerintah daerah diharapkan terus mengawal keberlanjutan perlindungan dan pemanfaatan IndiGeo.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, Kantor Wilayah Kemenkum Kalbar akan melakukan pendataan serta pemetaan produk khas daerah Kalimantan Barat yang berpotensi didaftarkan sebagai Indikasi Geografis, seperti komoditas pertanian, perkebunan, perikanan, dan kerajinan. Selain itu, Kanwil juga akan memfasilitasi pembentukan serta penguatan kelembagaan Masyarakat Pelindung Indikasi Geografis (MPIG), sekaligus memberikan asistensi penyusunan dokumen deskripsi sesuai pedoman dari DJKI.
Tidak hanya itu, kerja sama dengan BRIN, BRIDA, dan pemerintah daerah akan terus dibangun guna mendapatkan dukungan riset ilmiah yang diperlukan dalam pembuktian karakteristik, kualitas, dan reputasi produk IndiGeo. Dengan langkah ini, diharapkan produk-produk unggulan Kalimantan Barat dapat memperoleh perlindungan hukum, meningkatkan daya saing, serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal.
Kakanwil Kemenkum Kalbar Jonny Pesta Simamora ditempat terpisah menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen penuh dalam mendorong lahirnya lebih banyak produk khas daerah yang terdaftar sebagai Indikasi Geografis. “Indikasi Geografis bukan hanya melindungi keunikan produk lokal, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. Kami akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah, BRIN, serta komunitas masyarakat agar produk unggulan Kalbar semakin dikenal dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional,” tegasnya.










