Jakarta — Dalam upaya memperkuat peran daerah dalam perlindungan Kekayaan Intelektual (KI), Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat melakukan kegiatan Fasilitasi Pendampingan Layanan Kekayaan Intelektual di Wilayah melalui koordinasi langsung dengan Eselon I Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, pada tanggal 28 dan 29 Juli 2025, bertempat di kantor DJKI, Jakarta.
Perwakilan dari Kanwil Kemenkum Kalbar adalah Kepala Bidang Pelayanan KI Kalbar Devy Wijayanti bersama dengan, Analis KI Ahli Pertama Ira Witrijayanti, Pengolah Bahan Informasi dan Publikasi Reni, serta Helpdesk Layanan KI Windy Wijaya Kusuma. Pertemuan ini menjadi langkah strategis untuk menyinergikan kebijakan pusat dan pelaksanaan teknis layanan KI di daerah.
Dalam sesi koordinasi, Noprizal dari Tim Kelompok Kerja Mediasi di Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI menyampaikan pentingnya pelaksanaan mediasi sebelum perkara pelanggaran KI dibawa ke jalur hukum pidana. Menurutnya, mediasi merupakan kewajiban yang diatur dalam Pasal 95 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Pasal 153 UU Paten. Oleh karena itu, proses mediasi harus terdokumentasi lengkap melalui undangan resmi, berita acara, dan hasil kesepakatan sebagai dasar hukum yang sah.
Noprizal menyoroti masih rendahnya pemahaman aparat penegak hukum di daerah terkait kewajiban mediasi, yang menyebabkan banyak sengketa langsung ditangani secara pidana tanpa melalui mekanisme damai. Untuk itu, ia meminta Kanwil Kalbar agar proaktif dalam memberikan edukasi hukum kepada kepolisian dan kejaksaan mengenai prosedur penyelesaian sengketa KI.
Selain itu, Noprizal menyarankan agar dalam mediasi, istilah “pelapor” dan “terlapor” diganti menjadi “pemohon” dan “termohon”. Hal ini bertujuan menjaga suasana mediasi tetap netral dan kondusif. Kanwil juga didorong untuk terlibat aktif dalam proses pendampingan mediasi, tidak hanya sebagai fasilitator administratif, tetapi juga dalam hal dokumentasi dan evaluasi hasil mediasi.
Ia menambahkan bahwa capaian mediasi oleh Kanwil bukan sekadar aktivitas konsultatif, tetapi bagian dari kinerja yang bisa dilaporkan ke DJKI. Bahkan, DJKI membuka peluang pemberian penghargaan kepada Kanwil yang aktif menyelesaikan sengketa KI secara damai. Inisiatif ini menjadi langkah konkret dalam membangun sistem perlindungan KI yang efektif dan berdampak di daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Kanwil Kalbar juga mengangkat isu pengalihan hak cipta atas karya yang sebelumnya didaftarkan atas nama istri bupati, yang kini telah meninggal dunia. Kanwil menanyakan prosedur hukum untuk mengalihkan hak cipta tersebut kepada pemerintah daerah atau masyarakat. DJKI menegaskan bahwa pengalihan harus disertai persetujuan tertulis dari ahli waris dalam bentuk surat bermaterai.
DJKI turut menjelaskan tantangan teknis dalam sistem pengalihan, khususnya bagi karya yang dahulu didaftarkan secara manual dan kini tidak terbaca dalam sistem digital. Proses migrasi data yang sedang berlangsung memerlukan waktu dan dukungan dari tim TI DJKI. Sementara itu, pemerintah daerah disarankan untuk mempersiapkan dokumen pendukung agar proses pengalihan dapat dilakukan segera setelah data tersedia.
Sebagai tindak lanjut, Kanwil Kemenkum Kalbar berkomitmen memperkuat perannya dalam mediasi sengketa KI dan pengalihan hak. Kanwil akan mendampingi pihak yang bersengketa, menyusun laporan mediasi lengkap, serta memfasilitasi pertemuan antara pemerintah daerah dan ahli waris. Seluruh proses ini akan terdokumentasi secara tertib dan dilaporkan sebagai bentuk kinerja nyata dalam perlindungan KI di Kalimantan Barat.