
Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat mengikuti kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan Hukum dengan topik “Analisis Evaluasi Dampak Kebijakan atas Permenkumham No. 21 Tahun 2021 tentang Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas”, yang di selenggarakan oleh Kementerian Hukum Banyen. Selasa (9/9).
Kegiatan ini digelar secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan diikuti antara lain oleh para pengampu Badan Strategi Kebijakan (BSK) dari Kanwil Kementerian Hukum Kalimantan Barat.
Kegiatan diawali dengan laporan pelaksanaan oleh Kepala Kanwil Kemenkum Banten, Pagar Butar Butar. Ia menegaskan bahwa forum ini menjadi sarana penting untuk menyebarluaskan hasil analisis kebijakan di bidang hukum, sehingga dapat menjadi data dukung dalam perumusan kebijakan maupun penyusunan regulasi di tingkat pusat maupun daerah.
Selanjutnya, Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum, Andry Indrady, memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan secara resmi. Dalam arahannya, ia menekankan pentingnya evaluasi dampak regulasi agar kebijakan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga memberi dampak nyata bagi kepastian hukum dan kemudahan berusaha.
Agenda dilanjutkan dengan pemaparan hasil analisis oleh Analis Hukum Ahli Madya Kanwil Kemenkum Banten, Agus Prihandoko. Ia menyampaikan temuan lapangan, mulai dari efisiensi administratif melalui sistem AHU Online, kesenjangan implementasi aturan antara pusat dan daerah, hingga tantangan minimnya pemahaman hukum terkait Perseroan Perorangan di kalangan UMKM.
Sementara itu, narasumber dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (UKE I), Mega Fitriya, menjelaskan filosofi penyusunan Permenkumham No. 21 Tahun 2021. Menurutnya, regulasi ini bertujuan menyederhanakan proses pendirian PT, meningkatkan transparansi, sekaligus mendukung program OSS. Ia juga menampilkan data peningkatan jumlah pendaftaran badan hukum meskipun masih terdapat kendala teknis integrasi sistem.
Paparan berikutnya disampaikan akademisi Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Achmad Jaelani. Ia menyoroti implikasi hukum Perseroan Perorangan, termasuk perubahan paradigma hukum perdata, potensi persoalan tanggung jawab pemilik tunggal, serta perlunya mekanisme perlindungan kreditur. Ia juga merekomendasikan sinkronisasi regulasi dengan UU Cipta Kerja serta penguatan sosialisasi kepada pelaku usaha mikro.
Kegiatan ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif yang diikuti peserta baik secara daring maupun luring. Diskusi ini diharapkan mampu menjadi rujukan penting bagi penyempurnaan kebijakan hukum di bidang perseroan, sekaligus mendukung iklim usaha yang sehat dan inklusif.
