
Pontianak — Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat menggelar Diskusi Internalisasi Permasalahan Hukum di Ruang Rapat Edward Omar Sharif Hiariej. Kegiatan ini menghadirkan penyuluh hukum, ASN Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum (P3H), mahasiswa magang dari berbagai perguruan tinggi, serta narasumber akademisi dari Universitas Panca Bhakti Pontianak. pada Kamis (20/11).
Kegiatan dibuka oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Zuliansyah, yang menegaskan bahwa pemetaan permasalahan hukum merupakan langkah strategis dalam menciptakan sistem hukum yang responsif dan berkeadilan. Menurutnya, identifikasi masalah hukum diperlukan bukan hanya untuk evaluasi kebijakan daerah, tetapi juga untuk memperkuat arah penyuluhan hukum di Kalimantan Barat.
“Permasalahan hukum tidak hanya soal perkara pidana, tetapi juga disharmonisasi regulasi yang harus kami evaluasi bersama. Semua data yang terkumpul nantinya juga akan disampaikan kepada publik agar masyarakat memahami dinamika hukum yang terjadi,” ujarnya.
Diskusi kemudian dipandu Penyuluh Hukum Ahli Madya, Tri Novianti Wulandari, dengan pemaparan utama oleh Hj. Yenny AS, Dosen Universitas Panca Bhakti. Dalam presentasinya, Yenny memaparkan data kepolisian yang dibagi dalam kategori kriminal umum, kriminal khusus, serta empat fokus utama: politik, hukum, keamanan, dan pemerintahan.
Ia menekankan bahwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan pertambangan ilegal masih menjadi permasalahan menonjol di Kalbar. Selain itu, ia menyebut sejumlah data kriminal yang cukup tinggi, antara lain:
Pencurian: 1.632 laporan, 1.299 kasus selesai
Penganiayaan: 333 laporan, 234 penyelesaian
Kasus ITE: 87 laporan, 55 penyelesaian
Pertambangan ilegal: 90 laporan, 72 penyelesaian
Minyak dan gas: 50 laporan, 41 penyelesaian
Perlindungan anak: 77 laporan, 75 penyelesaian
KDRT: 128 laporan, 111 penyelesaian
Pencabulan: 108 laporan, 97 penyelesaian
Menurutnya, sejumlah faktor mempengaruhi tingginya angka perkara, terutama kurangnya pengetahuan hukum di masyarakat serta mispersepsi terhadap kebijakan hukum yang berlaku. Ia turut memberikan rekomendasi strategis, salah satunya pembentukan Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan bantuan hukum.
Sesi diskusi berlangsung interaktif dengan berbagai tanggapan dari peserta, termasuk penyuluh hukum dan mahasiswa magang. Kegiatan ini menjadi forum penting untuk menyinkronkan pemahaman sekaligus merumuskan langkah tindak lanjut pembinaan hukum di Kalimantan Barat.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Kalbar, Jonny Pesta Simamora, memberikan apresiasi atas pelaksanaan diskusi ini dan menegaskan bahwa pemetaan masalah hukum adalah pondasi dalam penyusunan kebijakan yang tepat sasaran.
“Kegiatan seperti ini sangat penting karena kita tidak boleh bekerja hanya berdasarkan asumsi. Data permasalahan hukum harus dibaca dengan cermat agar solusi dan kebijakan yang disusun benar-benar menyentuh akar persoalan,” ujarnya.
“Banyak kasus terjadi bukan semata-mata karena niat jahat, tetapi karena minimnya pemahaman masyarakat tentang aturan hukum. Inilah yang harus kita jawab melalui penyuluhan hukum yang edukatif dan berkelanjutan,” tambahnya.
Jonny memastikan bahwa Kanwil Kemenkum Kalbar akan terus memperkuat kolaborasi dengan akademisi, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam mengatasi persoalan hukum di Kalbar.
“Kami berkomitmen mendukung setiap upaya yang memperkuat kepastian hukum di daerah. Semakin optimal pemetaan masalah hukum, semakin kuat pula fondasi kita untuk membangun Kalimantan Barat yang aman dan berkeadilan,” tegasnya. (Humas).
Dokumentasi:



