Pontianak – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Kalimantan Barat bersama Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat menggelar Rapat Koordinasi dan Pembahasan Awal Rencana Pendaftaran Indikasi Geografis (IG) Madu Kelulut Kubu Raya, di Ruang Rapat Walet, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar, Rabbu (15/01).
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai instansi pemerintah daerah, antara lain Bappeda, Balitbang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, UPT KPH Kubu Raya, serta sejumlah penggiat dan pemerhati madu kelulut, termasuk Syarief Muhammad Syaifudin. Sementara dari Kanwil Kemenkumham Kalbar, hadir Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Farida, didampingi Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual, Devy Wijayanti, serta jajaran analis dan helpdesk Kekayaan Intelektual.
Rapat dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalbar yang diwakili oleh Kepala Bidang Peternakan, Novita Salim, yang menekankan pentingnya sinergi lintas instansi dalam mendorong pendaftaran Indikasi Geografis (IG) Madu Kelulut Kalimantan Barat. Menurutnya, pendaftaran IG menjadi langkah strategis untuk memperkuat daya saing, nilai ekonomi, dan pelindungan hukum terhadap produk unggulan daerah.
“Madu Kelulut Kalimantan Barat merepresentasikan kekayaan ekologis dan ekonomi masyarakat. Dengan 23 dari 600 spesies lebah Indonesia hidup di Kalbar, produk ini memiliki keunikan tinggi yang layak mendapat pengakuan nasional,” ujar Novita.
Dalam kesempatan tersebut, Farida, mewakili Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalbar Jonny Pesta Simamora, menyampaikan bahwa koordinasi lintas sektor menjadi kunci dalam mempercepat pendaftaran Indikasi Geografis. Ia menegaskan bahwa pelindungan hukum terhadap produk lokal tidak hanya memperkuat identitas daerah, tetapi juga menjadi strategi ekonomi yang berkelanjutan.
“Kami mendorong percepatan pengajuan IG Madu Kelulut Kubu Raya dengan dukungan BRIDA dan seluruh perangkat daerah. Pendaftaran ini bukan hanya upaya administratif, tetapi bagian dari pembangunan ekonomi berbasis pelindungan hukum,” tutur Farida.
Ia juga menekankan pentingnya kajian ilmiah untuk membedakan karakteristik Madu Kelulut Kubu Raya dan Kapuas Hulu, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pendaftaran IG. Selain itu, tahapan uji laboratorium DJKI, pemetaan wilayah produksi, dan pembentukan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) menjadi langkah krusial yang perlu segera dilaksanakan.
Sementara itu, Syarief Muhammad Syaifudin, penggiat madu kelulut, mengungkapkan bahwa populasi lebah di Indonesia mengalami penurunan hingga 57% dalam lima tahun terakhir. Hal ini berdampak pada produksi madu nasional dan kenaikan harga akibat kelangkaan. Ia menilai, pengajuan IG menjadi solusi penting untuk menjaga identitas, ekosistem, dan nilai ekonomi madu kelulut Kalimantan Barat.
Dukungan juga datang dari berbagai pihak. Kepala UPT KPH Kubu Raya, Suharnoto, menjelaskan bahwa daerahnya memiliki 32 hutan desa dan 180 kelompok perhutanan sosial (KUPS) yang aktif dalam budidaya madu kelulut. Menurutnya, madu kelulut Kubu Raya memiliki cita rasa khas hasil perpaduan ekosistem mangrove dan vegetasi berbunga seperti air mata pengantin.
Devy Wijayanti, Kepala Bidang Pelayanan KI Kanwil Kemenkum Kalbar, menambahkan bahwa proses pendaftaran IG memerlukan sinergi kuat antarinstansi. Ia menyoroti perlunya dukungan pembiayaan untuk uji laboratorium dan penyusunan dokumen deskripsi produk, serta penetapan logo dan SK pembentukan MPIG sebagai identitas hukum resmi produk.
Dari pihak Balitbang Provinsi Kalbar, Septi menyampaikan komitmen dukungan teknis melalui penyusunan kajian sosial-ekonomi dan naskah akademik. Sedangkan Ghufroni dari Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian menekankan perlunya inventarisasi peternak lebah dan pembentukan koperasi agar kualitas produk terjaga sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
Bappeda Provinsi Kalbar melalui Yustian menegaskan bahwa usulan Madu Kelulut akan diteruskan ke tingkat kabupaten dan provinsi sebagai produk unggulan daerah, sementara DLHK dan Bidang Kesehatan Hewan menekankan pentingnya penetapan zona hukum produksi serta penerbitan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai jaminan mutu produk hewani.
Sebagai penutup, Farida menegaskan bahwa hasil rapat akan ditindaklanjuti dengan beberapa langkah prioritas dalam satu bulan ke depan, yaitu pembentukan MPIG Madu Kelulut Kubu Raya, penyusunan dokumen deskripsi IG, penetapan wilayah produksi dan logo resmi, serta pelaksanaan uji laboratorium.
“Percepatan pendaftaran Madu Kelulut Kubu Raya bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga strategi penguatan ekonomi lokal dan pelestarian ekosistem lebah yang bernilai tinggi bagi Kalimantan Barat,” pungkas Farida.
Dengan sinergi yang terjalin antarinstansi, diharapkan Madu Kelulut Kubu Raya dapat segera memperoleh sertifikat Indikasi Geografis, menjadi kebanggaan masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan peternak lebah dan pelaku usaha lokal Kalimantan Barat.

